Harta Gono-gini atau Harta Bersama

Harta gono-gini dalam istilah hukum juga disebut sebagai harta bersama. Harta gono-gini adalah harta bersama baik harta bergerak (mobil, motor, dan lain-lain) maupun harta tidak bergerak (tanah, rumah, dan lain-lain) yang didapatkan selama dalam masa perkawinan. Yang tidak termasuk dalam harta gono-gini adalah harta warisan, hadiah dan hibah dari orang tua masing-masing yang disebut sebagai harta bawaan. Harta bawaan ini akan menjadi milik masing-masing suami atau isteri itu sendiri, kecuali dinyatakan secara tegas oleh kedua belah pihak bahwa harta-harta bawaan akan dimiliki sebagai harta bersama. Jadi sejak dimulainya tali perkawinan dan selama perkawinan berlangsung, berlaku percampuran harta kekayaan suami dan isteri, baik harta bergerak dan tak bergerak, baik yang sekarang maupun yang kemudian ada (Harta bersama ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 35, Pasal 36, dan Pasal 37).

Percampuran harta bersama ini dipahami dari sebuah pemahaman bahwa perkawinan itu adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami-isteri, dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal, berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini berarti bahwa antara suami-isteri terdapat ikatan yang erat sekali, yang meliputi tidak hanya ikatan lahir, ikatan yang nampak dari luar atau ikatan terhadap/atas dasar benda tertentu yang mempunyai wujud, tetapi meliputi ikatan jiwa, bathin, atau ikatan rohani. Jadi menurut asasnya suami-isteri bersatu, baik dalam segi materiil maupun dalam segi spiritual.

Menurut Pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, harta bersama suami-isteri, hanyalah meliputi harta-harta yang diperoleh suami-isteri sepanjang perkawinan saja. Artinya harta yang diperoleh selama tenggang waktu, antara saat peresmian perkawinan, sampai perkawinan tersebut putus, baik terputus karena kematian salah seorang diantara mereka (cerai mati) maupun karena perceraian (cerai hidup). Dengan demikian, harta yang telah dipunyai pada saat dibawa masuk ke dalam perkawinan terletak di luar harta bersama. Ketentuan tersebut di atas tidak menyebutkan dari mana atau dari siapa harta tersebut berasal, sehingga dapat kita simpulkan, bahwa termasuk harta bersama adalah hasil dan pendapatan dari harta pribadi suami maupun isteri, sekalipun harta pokoknya tidak termasuk dalam harta bersama, asal kesemuanya diperoleh sepanjang perkawinan. Jadi tidak saja keuntungan yang menjadi tanggungan harta bersama, tetapi kerugian pun yang terjadi juga menjadi tanggungan dalam harta bersama ini juga, misalnya utang.

A.A. SATRIYA WIBAWA & ASSOCIATES
Law Office | Advocates & Legal Consultants
Jl. Dewi Sri 1 No.18 Kuta – Bali
081 999 111 007
081 239 008 008   (English Speaking)
top
WhatsApp Logo Chat Kami Sekarang